Kamis, 17 Mei 2012

2 April - Hari Autis Sedunia (World Autisme Awareness Day)

Tanggal 2 April yang lalu diperingati sebagai hari Autisme Sedunia. Lebih tepatnya lagi oleh WHO hari itu disebut sebagai World Autisme Awareness Day. Beberapa agenda yang dilakukan dalam rangka memperingati hari tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kita akan adanya gangguan austisme di sekitar kita terutama pada anak-anak.
Dua puluh tahun lalu, mungkin belum banyak orang yang memahami penyakit ini. Diperkirakan saat itu mungkin orang lebih memahami anak autisme sebagai anak yang mengalami keterbelakangan mental atau dulu sering dikenal dengan anak idiot (catatan : istilah ini semakin lama sudah semakin hilang dari tata bahasa sehari-hari dan ini merupakan pertanda yang baik karena istilah ini sangat stigmatis).
Walaupun memang lebih dari 70 persen pasien Autisme mengalami gangguan mental, ada perbedaan mendasar antara autisme dan gangguan mental.

Autisme adalah termasuk dalam gangguan perkembangan jiwa pervasive yang biasanya bermula sejak usia sebelum 3 tahun. Ketidakmampuan interaksi sosial yang jelas dan bertahan serta gangguan komunikasi adalah yang paling jelas terlihat pada pasien autisme. Adanya pola perilaku dan minat yang terbatas atau sterotipik (khas dan diulang-ulang) merupakan ciri yang lain. 70 persen anak autisme mengalami retardasi mental dan inilah mungkin yang dulu disalahpahami sebagai gangguan mental daripada autisme. Sampai saat ini penyebab pasti autisme tidak diketahui. Keterlibatan faktor biologis dipastikan dengan beberapa penelitian yang mengungkapkan adanya ketidakseimbangan sistem di otak anak yang mengalami autisme.

Tanda dan gejala
A. Kesulitan dalam interaksi sosial yang nyata :
-
Tidak ada kontak mata
-
Kesulitan berhubungan dengan teman sebaya sesuai tingkat perkembangan usia
-
Kesulitan dalam membagi kesenangan dengan orang lain
-
Tiada hubungan sosial timbal balik
B. Kesulitan dalam komunikasi
-
Terhambat atau tiadanya kemampuan bicara (tidak ada upaya non-verbal lain juga)
-
Jika mampu bicara, sulit berkomunikasi adekuat dengan orang lain
-
Pemakaian kata yang berulang, tidak bertujuan
-
Tidak mampu bermain peran secara spontan sesuai tingkat perkembangan

C. Terdapat keminatan, perilaku dan kegiatan streotipik (khas) dan berulang
-
Preokupasi (kecenderungan) terhadap perilaku streotipik tertentu
-Perilaku melakukan r
itual rutin yang tidak bertujuan
-
Gerak motorik yang streotipik (mannerism) seperti menepuk-nepuk tangan (flapping), gerak tubuh yang tidak bertujuan

Pengobatan
Sampai saat ini pengobatan pada pasien anak autisme mengkombinasikan terapi biologis (dengan obat) dan juga dengan terapi-terapi lain seperti sensori integrasi, terapi bicara, terapi perilaku, terapi okupasi dan berbagai jenis lainnya. Perkembangan pengobatan semakin banyak menggunakan berbagai terapi lain seperti terapi musik dan terapi tari. Pengobatan bertujuan untuk mengurangi gangguan perilaku yang sering timbul, memperbaiki kemampuan bahasa dan komunikasi serta membuat pasien lebih mandiri.
Walaupun hampir 2/3 pasien dengan autisme tidak mampu hidup mandiri, sebagian kecil lainnya dengan terapi yang tepat dan intensif dapat meningkatkan kemandirian dirinya. Pengobatan dengan obat saat ini bertujuan untuk mengurangi gangguan perilakunya. Obat yang diberikan biasanya adalah golongan antipsikotik seperti risperidone dan aripriprazole yang belakangan telah disetujui oleh badan obat dan makanan Amerika Serikat untuk digunakan sebagai terapi pada pasien autisme.
Satu hal yang paling penting dalam tata laksana pasien autisme adalah kerjasama dengan orang tua pasien. Penerimaan orang tua akan kondisi anaknya terkadang sangat sulit sehingga penolakan ini bisa berakibat pada tata laksana yang baik buat pasien. Begitu banyaknya informasi yang kadang berlebihan membuat orang tua bingung untuk menentukan terapi yang tepat untuk anaknya.

Gejala awal autisme bisa dideteksi sejak anak berusia enam bulan dengan cara mengukur aktivitas otaknya. Dengan demikian diharapkan dokter dan orangtua bisa mempersiapkan terapi untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Selama ini para dokter baru bisa mendiagnosa autisme saat anak berusia dua tahun karena di usia yang lebih dini gejala-gejala yang berkaitan dengan gangguan perilaku dianggap belum jelas. Akan tetapi teori itu dipatahkan oleh studi terbaru yang dilakukan oleh peneliti dari Inggris.

Dalam penelitian itu dilibatkan 104 bayi berusia 6 - 10 bulan, kemudian diikuti perkembangannya sampai mereka berusia 3 tahun. Profesor Mark Johnson, ketua penelitian ini menggunakan metode pengukuran pemindaian aktivitas otak saat anak diajak melakukan kontak mata.Ternyata anak-anak yang akhirnya menderita autisme adalah mereka yang memiliki pola aktivitas otak tidak normal ketika merespon kontak mata dengan orang lain. Meski pemindaian otak mungkin tidak akurat untuk memprediksi autisme, karena ada juga anak yang hasil pemindaian otaknya dicurigai autisme tapi tidak terbukti, namun Johnson berpendapat bahwa ini bisa menjadi alarm dini bagi para orangtua, karena di usia di bawah setahun seorang bayi belum memiliki tanda perilaku yang jelas, kami berusaha melihat apakah dengan mengukur aktivitas otak bisa diketahui risiko autisme

Tidak ada komentar:

Posting Komentar